Warung Nasi Tanpa Nama


Ketika duduk di meja belajar dan baca-baca buku ilmiah yang membosankan tiba-tiba terpikir sebuah kisah yang pernah ada dan sempat terlupakan. Akhirnya saya coba tuangkan dalam tulisan ini.

Beberapa tahun yang lalu ada seorang remaja yang merasa “terpaksa” membantu pekerjaan orang tuanya. Disaat kebanyakan temannya sedang gegap gempita merayakan kelulusan SMA dan sedang sibuk-sibuknya mendaftar ke universitas-unversitas favorit mereka atau menyiapkan segala sesuatunya untuk merubah status yang sebelumnya pelajar menjadi status yang bergengsi yaitu “mahasiswa” hingga kepuasan karena sudah bisa di anggap “dewasa” yang artinya berhak menentukan pilihannya sendiri, tapi seorang remaja itu masih terjebak di suatu tempat, masih harus menjalani yang bukan pilihannya, dan masih belum jelas statusnya. Di sebuah warung nasi yang berada di dalam sebuah pasar besar di kota kelahirannya, ditempat ratusan juta rupiah uang berputar dalam suatu transaksi di tiap harinya, di tempat berbagai etnis mencoba mencari rizeki dengan berjualan dan tempat berbagai macam barang mulai dari yang asli sampai yang tidak tahu asal muasalnya. Ya, remaja itu sedang di Pasar Besar, membantu orang tuanya berjualan di sebuah warung nasi.

Menunggu..................

Deru suara yang keras membangunkan aku, dan aku sejenak melihat di sisi kananku.. bentangan luas menghijau-biru melintas cepat di bawahku. Tampak asing bagiku sesaat melihat pesona yang tidak aku pernah lihat sebelumnya, aku lihat jam di pergelangan kiriku menunjukan angka 9 dan angka 1 untuk masing-masing jarumnya. Perlahan aku hirup dalam-dalam oksigen untuk masuk dalam paru-paruku dan sekejap air segar mengalir dari kelopak mataku.

Suara yang tak tampak asing terdengar mendekatiku sekali lagi menawarkan minuman untukku, tapi aku sedang tidak berminat untuk meneguk air, rupanya tekanan udara sudah membuat organ perutku gelisah tidak nyaman.

Man Shabara Zafira

Bersabar dan ikhlaslah dalam setiap perbuatan....
Terus meneruslah berbuat baik, ketika di kampung dan di rantau....
Jauhilah perbuatan buruk, dan ketahuilah pelakunya pasti diganjar, di perut bumi.. dan diatas bumi....
Bersabarlah menyongsong musibah yang terjadi dalam waktu yang mengalir....
Sungguh di dalam sabar ada pintu sukses dan impian kan tercapai...
Jangan cari kemuliaan di kampung kelahiranmu...
Sungguh kemuliaan itu ada dalam perantauan di usia muda....
Singsingkan lengan baju dan bersungguh-sungguh menggapai impian....
Karena kemuliaan tak akan bisa diraih dengan kemalasan....
Jangan bersilat kata dengan orang tak mengerti apa yang kaukatakan.....
Karena debat kusir adalah pangkal keburukan....

Diterjemahkan dengan bebas dari syair Sayyid Ahmad Hasyim. Syair ini diajarkan pada tahun ke-4 di Pondok Modern Gontor, Ponorogo.
*****
http://arihidayat1.blogspot.com/2011/02/man-shabara-zafira.html