Hadiah dari Setiap Kegagalan

Not Found. sudah beberapa kali saya menemukan kata-kata ini disetiap ujian-ujian yang saya ikuti. Intinya saya TIDAK LOLOS. Mulai dari Gagal Administrasi, Gagal TKU (tes kemampuan Umum), Gagal TPA (tes pengetahuan akademik), gagal psikotes, kesehatan, dan tes wawancara saya pernah. (pernah gagal maksudnya)

Bosan, mungkin itu yang sedang saya rasakan. saya bosan mencoba peruntungan memperbaiki nasib untuk mencari sebuah investasi masa depan (ini menurut Ortu). Bosan browshing loker kesana-kemari, bosan mengumpulkan berkas-berkas yang diminta, bosan mengirimkan lamaran-lamaran yang diminta, Bosan Mengeluarkan uang (yang kadang-kadang saya rasakan sia-sia), Bosan belajar, Bosan menunggu, dan saya Bosan GAGAL. (untungnya saya tidak pernah Bosan untuk hidup)


Balada Pengemis

Di sebuah persimpangan jalan yang sering saya lewati menuju rumah, sering saya jumpai seorang anak kecil yang mengemis. Entah mengapa hari ini tiba-tiba saya ingat pada dia. Yang sampai sekarang terus ada adalah perasaan kasihan dan prihatin dengan anak kecil itu.

Pada awal melihatnya, saya benar-benar simpati dan langsung mengambil uang lembaran lima ribu di dompet. Wajahnya sayu dengan mata yang tajam, kaos oblong, tanpa alas kaki duduk di pembatas tengah jalan, dan ketika lampu merah menyala ia langsung berdiri dan mulai mendekati kendaraan satu persatu.

Saya juga sering berdoa agar ia di berikan rezeki yang banyak agar ia tidak jadi pengemis lagi.

Pengamen tua


Suatu kali, sepulang kerja, ketika menaiki bus tarif biasa, saya berjumpa kembali dengan pengamen jalanan yang terakhir saya temui setahun yang lalu. Perawakannya semakin tua, uban-nya makin banyak, tapi dengan gitar yang sama. Betapa umur tidak pernah berbohong.

Yang berkesan dari pengamen ini adalah dia tidak menyanyi tapi lebih tepatnya meracau, sepenggal-penggal lagu di gabung menjadi satu dengan tidak ada nada gitar sama sekali alias tidak memakai chord apapun, dari awal hingga akhir ya satu saja chord-nya dan terus di genjreng. Hasilnya banyak orang tertarik melihat paling tidak menoleh dan akhirnya tersenyum karena standar-nya seorang pengamen di bus itu mendendangkan beberapa lagu dengan tuntas dan penuh harmoni, nah ini benar-benar di luar standar dan kebiasaan. Tidak di sangka pengamen itu meraup banyak rejeki kala itu.

Warung Nasi Tanpa Nama


Ketika duduk di meja belajar dan baca-baca buku ilmiah yang membosankan tiba-tiba terpikir sebuah kisah yang pernah ada dan sempat terlupakan. Akhirnya saya coba tuangkan dalam tulisan ini.

Beberapa tahun yang lalu ada seorang remaja yang merasa “terpaksa” membantu pekerjaan orang tuanya. Disaat kebanyakan temannya sedang gegap gempita merayakan kelulusan SMA dan sedang sibuk-sibuknya mendaftar ke universitas-unversitas favorit mereka atau menyiapkan segala sesuatunya untuk merubah status yang sebelumnya pelajar menjadi status yang bergengsi yaitu “mahasiswa” hingga kepuasan karena sudah bisa di anggap “dewasa” yang artinya berhak menentukan pilihannya sendiri, tapi seorang remaja itu masih terjebak di suatu tempat, masih harus menjalani yang bukan pilihannya, dan masih belum jelas statusnya. Di sebuah warung nasi yang berada di dalam sebuah pasar besar di kota kelahirannya, ditempat ratusan juta rupiah uang berputar dalam suatu transaksi di tiap harinya, di tempat berbagai etnis mencoba mencari rizeki dengan berjualan dan tempat berbagai macam barang mulai dari yang asli sampai yang tidak tahu asal muasalnya. Ya, remaja itu sedang di Pasar Besar, membantu orang tuanya berjualan di sebuah warung nasi.

Menunggu..................

Deru suara yang keras membangunkan aku, dan aku sejenak melihat di sisi kananku.. bentangan luas menghijau-biru melintas cepat di bawahku. Tampak asing bagiku sesaat melihat pesona yang tidak aku pernah lihat sebelumnya, aku lihat jam di pergelangan kiriku menunjukan angka 9 dan angka 1 untuk masing-masing jarumnya. Perlahan aku hirup dalam-dalam oksigen untuk masuk dalam paru-paruku dan sekejap air segar mengalir dari kelopak mataku.

Suara yang tak tampak asing terdengar mendekatiku sekali lagi menawarkan minuman untukku, tapi aku sedang tidak berminat untuk meneguk air, rupanya tekanan udara sudah membuat organ perutku gelisah tidak nyaman.

Man Shabara Zafira

Bersabar dan ikhlaslah dalam setiap perbuatan....
Terus meneruslah berbuat baik, ketika di kampung dan di rantau....
Jauhilah perbuatan buruk, dan ketahuilah pelakunya pasti diganjar, di perut bumi.. dan diatas bumi....
Bersabarlah menyongsong musibah yang terjadi dalam waktu yang mengalir....
Sungguh di dalam sabar ada pintu sukses dan impian kan tercapai...
Jangan cari kemuliaan di kampung kelahiranmu...
Sungguh kemuliaan itu ada dalam perantauan di usia muda....
Singsingkan lengan baju dan bersungguh-sungguh menggapai impian....
Karena kemuliaan tak akan bisa diraih dengan kemalasan....
Jangan bersilat kata dengan orang tak mengerti apa yang kaukatakan.....
Karena debat kusir adalah pangkal keburukan....

Diterjemahkan dengan bebas dari syair Sayyid Ahmad Hasyim. Syair ini diajarkan pada tahun ke-4 di Pondok Modern Gontor, Ponorogo.
*****
http://arihidayat1.blogspot.com/2011/02/man-shabara-zafira.html

Biasa menjadi Spesial


Sebuah ingatan yang ada di pikiran bisa melintasi waktu.  Menembus tiap-tiap lapisnya dan merobek dinding yang menebal karena pengaruh realita mengubur hampir keseluruhan imajinasi yang sempat ada.  Ingatan itu pula yang membawa saya dalam masa ketika masih menginjak kelas 1-2 SMP.  Ada satu bagian yang cukup unik di situ.  Ya, cukup unik hingga mungkin bisa di ambil hikmah dari pengalaman ini.

Waktu itu saya terpilih menjadi salah satu pengurus OSIS tepatnya ketua Seksi Bidang (Sekbid) VIII yang membawahi bidang berkaitan dengan kesenian.  Semua hal yang berbau seni masuk di bidang ini.  Semisal even lomba musik, urusan dekorasi panggung dan sebagainya.  Saya sempat bingung memilih anggota tim, karena sekbid yang lain rata-rata sudah memilih teman-teman yang aktif di berbagai ekstrakulikuler yang sejenis.